Ini catatan saya (copas dari Mas AF) yg saya sunting di facebook saya 08 Nov 2009. Masih relevan, ditengah kebisingan dan Dinamika kehidupan yang semakin tinggi intensitas nya... selamat menikmati.
Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya belakangan
ini selalu tampak murung. “Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah
banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?
”Sang Guru bertanya.
“Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya, ” jawab sang murid muda.
Sang
Guru terkekeh. “Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah
kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu.” Si murid pun beranjak pelan
tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi
membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.
“Coba ambil
segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu,” kata Sang Guru.
“Setelah itu coba kau minum airnya sedikit.” Si murid pun
melakukannya.Wajahnya kini meringis karena meminum air asin. “Bagaimana
rasanya?” tanya Sang Guru. “Asin, dan perutku jadi mual,” jawab si murid
dengan wajah yang masih meringis.
Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan. “Sekarang kau ikut aku.”
Sang
Guru membawa muridnya ke telaga di dekat tempat mereka. “Ambil garam
yang tersisa, dan tebarkan ke telaga.” Si murid menebarkan segenggam
garam yang tersisa ke telaga, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum
hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak
dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan guru, begitu
pikirnya.
“Sekarang, coba kau minum air danau itu,” kata Sang Guru
sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir
telaga. Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air telaga,
dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya.
Ketika air telaga
yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya
kepadanya, “Bagaimana rasanya?” “Segar, segar sekali,” kata si murid
sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. Tentu saja, telaga
ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya mengalir
menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti, air telaga ini juga
menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya. “Terasakah rasa garam
yang kau tebarkan tadi?” tanya sang guru “Tidak sama sekali,” kata si
murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi.
Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air telaga sampai puas.
“Nak,”
kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. “Segala masalah dalam
hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya
segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami
sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu.
Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak
bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak
ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari
penderitaan dan masalah.”
Si murid terdiam, mendengarkan. “Tapi
Nak, rasa `asin’ dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung
dari besarnya hati yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa
menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan hati dalam dadamu menjadi
seluas telaga agar kau bisa menikmati hidup”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar